Piata®

Rekomendasi Oleh-Oleh Pia – Malang, kota yang terkenal dengan beragam oleh-olehnya, salah satunya adalah Pia Cap Mangkok yang menjadi ikon khas kota ini. Begitu juga dengan Yogyakarta, dikenal sebagai tempat yang kaya akan oleh-oleh bakpia dengan beragam merek yang tidak ketinggalan oleh para wisatawan dan pengunjungnya.

Pia merupakan kue warisan tradisional dari budaya Tionghoa yang sebenarnya berarti ‘kue’. Terbuat dari campuran kacang hijau dan gula yang dibungkus dengan adonan tepung, kemudian dipanggang. Biasanya memiliki cita rasa manis yang khas, dan kini telah dihadirkan dalam berbagai variasi rasa seperti coklat, keju, durian, dan lainnya.

Banyak yang mengenal pia juga dengan sebutan bakpia, seperti yang populer sebagai makanan khas dari daerah Pathuk Yogyakarta yang disebut bakpia pathuk. Walaupun secara bahasa, sebetulnya istilah bakpia kurang pas, karena bila dilihat dari artinya, ‘bak’ merujuk pada ‘daging’. Oleh karena itu, sebutan ‘bakpia’ sebenarnya bermakna ‘kue daging’.

Apa saja ragam kuliner pia di Indonesia saat ini. Simak rekomendasinya berikut iani:

Rekomendasi Oleh-Oleh Pia di Indonesia dari Berbagai Daerah

Pia Cap Mangkok Khas Malang

Setiap warga kota Malang dan pengunjung yang datang ke sana pasti membeli Pia Cap Mangkok sebagai oleh-oleh khasnya. Sejarah pia ini dimulai pada tahun 1959 oleh Zabur Oetomo (Oei To Lam) dan Tri Pinarti (The Pin Nio), yang meneruskan resep warisan dari para leluhur.

Dalam proses pembuatan nya yang menggunakan teknik tradisional, setiap Pia Cap Mangkok hingga hari ini diproduksi secara manual dengan tangan. Pada awalnya, produksi Pia Cap Mangkok hanya dilakukan di rumah dengan kapasitas sekitar 20 bungkus per hari. Pada waktu itu, yang diproduksi hanya satu varian rasa yaitu kacang hijau, dikemas dalam kertas minyak berwarna putih tanpa logo atau cap Pia Cap Mangkok, dan setiap bungkus hanya berisi 5 butir Pia.

Hingga tahun 1960, Oei To Lam melakukan perubahan pada kemasan Pia Cap Mangkok dengan menambahkan sebuah logo berupa gambar mangkok dan tulisan ‘ISTIMEWA’. Tulisan tersebut disertai dengan dua karakter Cina yang mengandung arti “Shuang Xi” yang berarti “Kebahagiaan Ganda” yang melambangkan kesuksesan bisnis dan kebahagiaan dalam keluarga.

Pia Cap Mangkok saat ini telah memiliki banyak variasi pilihan rasanya, termasuk cokelat, keju, kopi, tangkwee, green tea, durian, dan apel, selain kacang hijau. Kini, pia khas Malang ini juga telah berkembang mempunyai banyak Toko Pusat Oleh-Oleh dengan beberapa cabang yang tersebar di beberapa lokasi di kota Malang.

Pia Saronde Khas Gorontalo

jenis pia di Indonesia

Ketika mengunjungi Gorontalo, Pia Saronde adalah salah satu hal yang dikenal oleh para wisatawan. Kue ini merupakan makanan khas yang legendaris dan menjadi ikon Gorontalo.Meskipun secara sekilas bentuknya mirip dengan beberapa jenis Pia lainnya yang pernah ditemui, Pia Saronde dibuat dari bahan dasar tepung terigu, minyak nabati, gula, margarin, susu, dan telur. Perbedaannya terletak pada ukurannya yang lebih besar dan memiliki tekstur yang lebih renyah.

Pia ini diisi dengan coklat, dan terdapat dua varian yang berbeda yaitu kue pia lilit keju dan kue pia isi keju. Selain itu, tersedia juga varian rasa durian, kacang tanah, krim susu, dan kacang ijo pandan.

Pia Lenong Khas Bali

jenis pia di Indonesia

Salah satu varian Pia di Indonesia, oleh-oleh khas Bali yang populer di seluruh penjuru negeri. Legong diambil dari nama sebuah tarian Bali yang memperlihatkan kelenturan gerakan dan keanggunan dalam setiap langkah tariannya. Terinspirasi dari hal ini, pendirinya memilih nama Legong sebagai identitas pia sejak awal kemunculannya pada awal abad ke-20.

Meskipun telah diproduksi selama bertahun-tahun, proses pembuatan pia ini tetap mempertahankan metode tradisional. Diproduksi dalam skala home industry dengan rasa yang mengikuti tren zaman. Seperti halnya pia umumnya, pia Legong memiliki berbagai pilihan rasa seperti kacang hijau, keju, dan coklat.

Lumpia Khas Semarang

jenis pia di Indonesia

Saat mengunjungi Kota Semarang dan sekitarnya, Lumpia adalah makanan yang familiar. Makanan khas Semarang, lumpia, memiliki asal-usul dari kata ‘pia’, berasal dari dialek Hokkian yang terdiri dari kata “lun” atau “lum” yang berarti lunak, dan “pia” yang berarti kue.

Awalnya, lumpia Semarang tidak digoreng, sesuai dengan makna namanya yang menandakan kue yang berstruktur lunak. Namun, kemudian mengalami modifikasi saat pengaruh kuliner Tiongkok dan Jawa berpadu. Berdasarkan berbagai sumber, lumpia pertama kali muncul pada abad ke-19. Dimulai ketika seorang bernama Tjoa Thay Joe, kelahiran Fujian, pindah ke Semarang. Di sana, ia membuka bisnis makanan khas Tionghoa, termasuk hidangan berisi daging babi dan rebung.

Singkatnya, Tjoa Thay Joe berjumpa dengan penduduk asli Jawa bernama Mbak Wasih, yang menjual makanan yang mirip namun memiliki rasa yang lebih manis dan berisi udang serta kentang.

Seiring berjalannya waktu, Tjoa Thay Joe dan Mbak Wasih jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Usaha makanan yang mereka jalankan menjadi satu, mengalami beberapa perubahan. Gabungan ini justru melengkapi cita rasa makanan dari berbagai latar budaya. Isi kulit lumpia berubah menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung, menciptakan ciri khas Tiong Hoa dalam bungkus kulit lumpia.

Hingga saat ini, lumpia Semarang semakin terkenal di seluruh Indonesia. Dalam penyajiannya, kini tersedia dua varian, yaitu lumpia goreng dan lumpia basah.

Bakpia Pathuk khas Jogjakarta

jenis pia di Indonesia

Bagi yang telah mengunjungi Yogyakarta, pasti akrab dengan Bakpia Pathok yang merupakan salah satu oleh-oleh terkenal di kota tersebut.Bakpia adalah kue berbentuk bulat pipih yang berisi campuran kacang hijau dan gula. Secara historis, bakpia merupakan salah satu makanan yang diperkenalkan oleh imigran Tionghoa pada awal abad ke-20.

Kehadiran bakpia ini diyakini telah ada sejak sekitar tahun 1930 dan banyak ditemukan di pusat Kota Yogyakarta.Seorang keturunan Tionghoa, Goei Gee Oee, mulai memproduksi bakpia sebagai usaha rumahan pada tahun 1930-an dengan nama Bakpia Pathuk 55. Kemudian, sekitar tahun 1948, Liem Yu Yen turut meramaikan dengan memproduksi Bakpia Pathuk 75.

Seiring berjalannya waktu hingga tahun 1972, terjadi perubahan ketika seseorang bernama Suwarsono menyebarkan keahliannya di Pathok. Awalnya, Suwarsono bekerja di Bakpia 75 dan memutuskan untuk keluar pada tahun 1972. Dari situ, mulai bermunculan berbagai industri kecil rumahan di Pathuk sekitar tahun 1980-an.

Keberadaan Pathuk yang terletak di pusat kota Yogyakarta memberikan keunggulan besar dalam kesuksesan bakpia ini. Hal ini karena masyarakat Pathuk lebih mudah memasarkan oleh-oleh ini kepada para wisatawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *